Dalam
kehidupan sehari-hari, sering kita dengar orang berbicara dengan nada
pesimis (sinis, negatif, ragu-ragu, minder dll) dan sok tahu. Sikap ini
didasari ketidakmauan untuk mencari kejelasan terhadap suatu perkara.
Hal ini bahkan terjadi pada diri kita sendiri. Atau ada di antara kita
yang suka menghukumi dan menghakimi suatu perkara dengan hanya berdasar
pada bukti dan data yang sangat sedikit ( minim). Baru mendengar kabar
dari seseorang, langsung dipercaya, dan sudah berani berkomentar
macam-macam.
Sikap-sikap
seperti ini biasanya muncul karena kita sering terburu-buru
berprasangka terhadap suatu perkara yang belum jelas. Atau kalaupun
sudah jelas perkara tersebut, kita kurang bijaksana dalam mensikapinya
(QS. Yunus 36)[2].
Maka yang muncul kemudian emosi, marah, mau menang sendiri, dan tidak
mau mendengarkan pendapat orang lain. Dengan kata lain, menjadi sok
benar sendiri. Sikap menganggap dirinya yang paling benar inilah yang
sering jadi penyakit di tengah masyarakat. Sikap menganggap hanya
dirinyalah yang paling berpengalaman, paling bisa, paling pinter, paling
tinggi derajadnya dan lain sebaginya.
Sikap
ini mengingkari kenyataan ( menegasikan) bahwa banyak orang di sekitar
kita yang mungkin lebih pinter, lebih berpengalaman, lebih berhak
bicara, atau dalam bahasa lain tidak bisa nguwongke (memanusiakan )
orang lain. Sikap nguwongke menjadi barang langka di tengah-tengah
kita. Kita lebih enjoy kalau di subyo-subyo, mriyayi dan enggan
berkomunikasi secara terbuka. Masih banyak yang lebih suka nacat,
mencari-cari kesalahan orang lain dan tidak mau instropeksi diri
(muhasabah ).
Begitu luas
akibat (implikasi) buruk yang ditimbulkan oleh sikap suudzon atau
buruk sangka ini. Orang yang suka suudzon cenderung suka menilai orang
lain dengan memperbesar kekurangannya. Maka dicari-carilah
kekurangannya. Kelebihan yang tampak pada orang lain selalu
ditutup-tutupi, atau kalaupun disebut maka hanya sedikit dengan maksud
untuk menjatuhkan. Tak heran jika sikap suudzon ini bisa menjauhkan
orang dari sahabat-sahabatnya atau teman-temannya. Orang lain jadi tidak
mau mendekat karena takut dinilai kesehariannya atau sifatnya. Kalau
sudah tidak ada yang mendekat maka akses apapun akan sulit didapat
termasuk akses usaha dan bisnis. Inilah mengapa, suudzon bisa menutup
jalan rejeki.
Apalagi kalau sampai suudzon kepada Alloh.
Artinya selalu berpransangka yang tidak baik kepada Alloh. Ini
ditunjukkan dengan sikap pesimisme, menyerah pada nasib, suka mengeluh
dan lain-lain. Hampir tidak ada celah positif dalam hidupnya. Ini
menimbulkan persepsi diri yang selalu negatif; pesimis, suka mengeluh,
suka nyacat, menilai jelek orang lain, suka mencari-cari kesalahan,
gengsi dll.
Mengatasi hal ini
tak lain dan tak bukan hanyalah dengan mengubah pola pikir kita dalam
menghadapi sesuatu. Kita menyangka baik terhadap orang lain, kalau
sangkaan itu salah maka kita tetap dapat pahala kebaikan, tetapi
sebaliknya kalau kita suudzon terhadap orang lain, kalau sangkaan buruk
itu benar kita tetap berdosa, apalagi kalau sampai sangkaan itu salah.
berangkat dari suudzon ini pula kita sering terjatuh ke dalam kubangan
Lumpur mnggunjing atau ngrasani jeleknya orang lain. Na’udzubillahi
min dzaalik.
TIPS menghindari suudzon (buruk sangka):
1. Perbesar penghargaan pada orang lain; Suka Nguwongke orang lain
2. Mau belajar dari orang lain
3. Perbanyak ilmu; Ilmu agama, social, dsb.
4. Banyak bergaul dengan orang lain
5. Terbuka, tidak suka menyembunyikan sesuatu/ masalah
6. Apa adanya
7. Perbanyak pengalaman
8. Perbanyak kegiatan, jangan suka menganggur. Menganggur adalah sumber masalah.
9. Khusnudzon; baik sangka pada orang lain dan kepada Alloh ( pandai bersyukur).
Seberapa kualitas diri kita
Alloh menyebut kualitas dengan bahasa-bahasa yang sangat indah dalam AL
Qur’an; Muttaqiin (orang-orang yang bertaqwa), muhsiniin (orang-orang
yang suka membalas dengan lebih baik), Ahsan ( lebih baik), Shoobiriin
(orang-orang yang sabar), Syaakiriin (orang yang banyak bersyukur),
dll.
Kualitas seseorang bisa diukur dari bicaranya.
Orang berkualitas baik/ tinggi adalah otrang yang bicara pada waktu dan
tempat yang tepat, dan sarat dengan hikmah, yaitu mengandung ide,
gagasan , ilmu, dzikir, dan solusi yang bermanfaat bagi semua orang.
Tentunya tanpai bersikap menggurui orang lain, karena kalau sudah suka
menggurui oaring lain maka yang muncul adalah sikap keminter (sok
pinter). Jadi dalam berbicara harus proporsional (lihat-lihat).
Orang
berkualitas diri biasa-biasa saja mempunyai ciri dari ucapan yang
sibuk menceritakan peristiwa-peristiwa yang dia alami atau ketahui. Suka
ngrumpi mungkin lebih pasnya. Kalau ngobrol gak mau berhenti
ngomongnya. Ngalor-ngidul selalu ada yang dibicarakan meskipun kurang
bermanfaat.
Sedangkan orang berkualitas rendahan dalam berkata-kata yaitu suka membawa permasalahan ke manapun dia berada, yaitu suka mengeluh, mencela atau menghina. Termaasuk di dalamnya suka mencari-cari kesalahan dan kekurangan orang lain. Suka mengeluh adalah ciri orang yang kurang bisa bersyukur atas nikmat 4jjl.
(dikutip dari Taushiyah Aa’ Gym)
Ada
makalah ‘ulama yang mengatakan bahwa sebagian besar orang terjerumus
ke dalam dosa disebabkan karena lisannya. Di sekitar kita dan bahkan
diri kita sendiri masih sulit mengendalikannya. Kita lebih suka nyacat
daripada memberi penghargaan. Masih suka mencari-cari negatifnya
daripada mencari sisi positifnya.
TIPS menghindari suudzon (buruk sangka):
10. Perbesar penghargaan pada orang lain; Suka Nguwongke orang lain
11. Mau belajar dari orang lain
12. Perbanyak ilmu; Ilmu agama, social, dsb.
13. Banyak bergaul dengan orang lain
14. Terbuka, tidak suka menyembunyikan sesuatu/ masalah
15. Apa adanya
16. Perbanyak pengalaman
17. Perbanyak kegiatan, jangan suka menganggur. Menganggur adalah sumber masalah.
18. Khusnudzon; baik sangka pada orang lain dan kepada Alloh ( pandai bersyukur).
[1]
Oleh Najib Chaqoqo, Sekretaris Badan Koordinasi Majelis Ta’lim Al
Qur’an (BKMTA) Kab. Magelang (Telp. 0293- 5508115) dan ketua Badko TPQ
Kec. Salam. Dalam Dialog Remaja, KKN UAD di Moyudan Sleman, 14 Peb ’07.
[2]Artinya:
“ Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja.
Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai
kebenaran[690]. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka
kerjakan.
Izin minta gambar gan!!
BalasHapus